CERPEN: You are My Friends

Rabu, 14 November 2012

| | |

You are My Friends

Kebisingan membuatnya terhempas dari dunia ini. Bising, ramai, banyak orang adalah hal yang sangat Ia benci. Kadek Dwi Karina, nama lengkap gadis Bali berumur 15 tahun yang duduk di kelas IXB, SMP Negeri 1 Seririt. Karin, nama panggilan gadis berambut panjang berkulit khas masyarakat Bali. Tiap harinya, Karina hanya duduk dibangku pojok kanan. Selama ini, Karina tak memiliki satu orangpun teman. Bukan teman-teman semua yang menjauhi Karina, tapi Karina yang menjauhi mereka. ketakutan akan kebisingan membuatnya terus mengasingkan diri dari hal pergaulan.
Semua itu terjadi karena 10 tahun yang lalu. . . . . .
10 tahun lalu...
“Dek Rin, mai malu mlajah jak Kaki. Keajaen je maca, nulis, megending, nah ape deen je tetagian Dek Rin, Kaki ajain. (Dek Rin, sini dulu belajar sama kakek. Kakek bakal ngajarin baca , nulis, nyanyi, iya apa saja yang diinginkan Dek Rin akan kakek ajarin)“. Kakek Putu memanggil Karina, sekejap Karina langsung duduk disamping kakeknya membawa sebuah buku tulis dan pensil ditangannya. “Jani, mlajah megending Ki nah, Karina dot megendi meong-meong. Be suud megending mare Karina nyak mlajah nulis jak maca. (Sekarang, belajar nyanyi Kek iya, Karina pingin nyanyi Meong-Meong (salah satu lagu khas dari daerah Bali, yang sering digunakan untuk bermain anak-anak di Bali). Sehabis nyanyi baru Karina mau belajar tulis sama baca)“. Tanpa sepengetahuan mereka, Ibu Karina, Ayah Karina, dan seluruh keluarga besar Karina riuh mendatangi mereka. Sang Ibu membawa terompet dengan meniup sekencang-kencangnya, sang Ayah membawa sebuah toa untuk mengumumkan jika hari ini adalah hari terspecial untuk Karina, seluruh keluarga Karina bernyanyi “Selamat Ulang Tahun“ dengan kerasnya. Tepat tanggal 8 Januari 2007 menjadi hari terbahagia sekaligus hari terburuk bagi Karina. Tak diduga-duga oleh semua orang yang ada disekitarnya, termasuk si kecil Karina, Kakeknya yang duduk disampingnya telah pingsan tak sadarkan diri. Serentak, semua kegembiraan telah sirna. Cepat-cepat kakeknya telah diantar ke Rumah Sakit terdekat. Karina mengintip kakeknya dengan sedih, Ia tak bisa membendung semua air matanya. “Dok, kenapa ayah saya bias langsung jatuh pingsa?” Ibu Karina menangis menanyakan sebab kakeknya jatuh pingsan dengan mendadak. “Ayah anda, terkena serangan jatung. Karena suatu hal, dia mengalami keterkejutan yang amat tak bisa dia tahankan, hingga akhirnya Ayah anda terserang jantung“ Dokter menjelaskan dengan detail, walaupun Karina masih berumur 5 tahun, tapi, dia mengerti perayaan ulang tahun tadilah yang menyebabkan kakeknya pingsan. Tiitt, tiiit, tiiit, garis hijau diruangan kakeknya terlihat mendatar. Seluruh keluarga besar Karina, terlihat menangis tersedu-sedu. Perasaan Karina bercampur aduk, sedih, marah, semuanya ia tumpahkan dengan diaaaaaaammmmm tanpa kata.
Sejak saat Ia tahu kakeknya meninggal karena sebuah kebisingan, keramaian. Karina, takut akan kebisingan dan keramaian, takut terulang lagi, kematian kakek yang dicintainya. Dia terus menyendiri, tak menghiraukan orang yang disekitarnya, mencari tempat yang sepi, semuanya hampa bagi KARINA.
Kembali ke 2012 (sekarang). . . .
Dalam hatinya, Karina merasa sangat sedih dengan dirinya seperti ini. Dia menginginkan satu hal, mempunyai seorang teman. Tapi, ketakutannya akan keramaian membuat pikiran itu ia tutup kembali.
Kelas terlihat sepi saat jam istirahat, terlihat hanya Karina seorang diri duduk dibangkunya membaca sebuah buku pelajaran. “Hai“, seorang laki-laki berwajah tampan, putih, bisa dikatakan Indolah menghampiri Karina. Karina tertegun melihat wajah tampan laki-laki dihadapannya. “Karina, belajar bareng yuk“ Laki-laki itu kembali tersenyum. Tapi, lagi-lagi Karina hanya terdiam, tak menghiraukan laki-laki itu. Laki-laki itu lalu menyodorkan secarik kertas kepada Karina, awalnya Karina hanya menggelengkan kepala tanda tak mau menerima. Tapi, laki-laki itu lalu menaruh secarik kertas diatas bangkunya dan meninggalkan Karina sendiri lagi. Karina merasa penasaran dengan secarik kertas itu dibacanya “hai, Karina. Aku bingung kenapa kau tak pernah bergaul dengan kami, menyendiri, menjauh dengan keramaian. Apa kami semua pernah jahat denganmu, pernah menyinggung perasaanmu, jika itu benar, aku sebagai perwakilan kelas IXB meminta maaf. DEVA“. Karina, terdiam setelah membaca kertas itu. Pikirannya buyar hilang arah. “Apakah aku harus menghilangkan ketakutanku demi teman-teman yang sama sekali tak pernah aku kenal, apakah mereka akan menerimaku, apakah mereka akan mengerti dengan keadaanku.“
Saat pelajaran berlangsung, Karina melihat disekitarnya. Terlihat Deva, laki-laki yang menghampirinya duduk dengan anak-anak laki bertumbuh tambun berkaca mata. Dilihat sekelilingnya lagi, semua orang tersenyum, tertawa, bahagia tanpa beban. Karina, tertunduk mengakui kalau selama ini dirinyalah yang selalu salah menilai keramaian. “esok hari, aku akan mengubah segalanya”  batin Karina.
“Hai, Karina.” Dua orang laki-laki dan dua orang perempuan berseragam putih biru menghampirinya. Salah satunya Deva. “Karina, apakah kami mempunyai kesalahan?” Deva membuka pembicaraan. Dia melihat mereka berempat, ia hembuskan nafasnya, dan mencoba kembali berbicara setelah 10 tahun ini sangat jarang ia berbicara. “tid…tiii..tidak” Karina terbata-bata mengucapkan hal tersebut. “lalu mengapa kau diam, kalau kau mempunyai masalah cerita saja dengan kami. Sebagai teman, sekaligus sebagai sahabat-sahabatmu, kami siap kok mendengarkan keluh kesahmu” Ewik mengembangkan senyumnya, serentak semua teman dihadapannya tersenyum tanda kalau mereka menginginkan Karina ada disisi mereka. Karina mengembangkan senyumnya, membalas senyuman teman-temannya yang baru. “maafkan aku, aku tak pandai bergaul aku memiliki trauma dengan keramaian, Kakekku meninggal karena keterkejutannya dengan keramaian. Dari situlah aku takut dengan keramaian, taku terulang lagi kejadian seperti itu.“ Karina menjelaskan dengan air mata tak bisa dibendungnya. Deva, Bala, Ditha, Ewik, menenangkan Karina. “Rin, kejadian itu kan sudah lama, kenapa kamu harus terus mengingatnya sebagai sebuah duka. Rin, ingatlah jika kamu terus seperti ini kakekmu gak bakal tenang di surga. Kamu harus mengubah dirimu, kamu harus lebih percaya kalau itu tidak akan pernah terjadi lagi, kalau keramaian tidak akan pernah membuat kamu sengsara, pastinya aku yakin, keramaian akan membuatmu lebih bahagia, karena dibalik keramaian terselip kebahagiaan“. Mereka berempatpun berpelukan bersama, Karina menangis tersedu-sedu sambil terus mengatakan kata maaf. Serempak, Deva, Bala, Ditha, dan Novi berkata “Karina, kami semua mencintaimuJ“. Karina tersenyum dan menghapus air matanya.
Esok harinya.....
“Hai“ Karina tersenyum dan menyapa semua teman dikelasnya. Semua orang tertegun melihat Karina yang berubah. Di depan kelasnya Karina mengatakan “Aku akan menjadi sahabat kalian selamanya. Aku mencintai dan menyayangi kalian semua. Aku mengucapkan terimakasih, karena telah mengubah diriku dalam sekejap, sekali lagi terimakasih aku ucapkan untuk kalian semua“. Semua teman-teman Karinapun serempak bertepuk tangan riuh. Mereka semua (termasuk Karina) tertawa, bahagia bersama.  (rin)

“Sahabat selalu ada untukmu, suka maupun duka. Dirimu tak akan pernah sendiri, karena sahabat selalu disisimu.“ (rin)

0 komentar:

Posting Komentar